Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut
Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar
Sultan Hamengku Buwono I pada tahun
1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam
Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam
Staatsblaad 1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan
Belanda,
Inggris, maupun
Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI),
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada
Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:
- Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
- Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
- Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai
Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18
Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal
4 Januari 1946 sampai dengan tanggal
27 Desember 1949[7] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal
4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun
2010. Pada saat ini
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono X dan
Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh
Sri Paku Alam IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat
Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar